Selasa, 20 November 2007

Jagat Kehidupan

Jelas menjadi saintist . Dari saya orok, saya sudah menonton sepak terjang Pak Habibie di TVRI, dan kemudian di TV Swasta. Semenjak saya SMP (mungkin), saya tahu persis kalo menjadi seperti beliau itu adalah sesuatu yang cocok untukku. Sebetulnya, saya juga tidak terlalu suka dengan mate juga. Karena mengerjakan soal-soalnya terlalu memeras otak. Namun semenjak saya kuliah, saya mulai mengenal dunia informatika. Ternyata perhitungan2 rumit bin jlimet itu bisa dilakukan dengan komputer (dengan MATLAB, MATCAD, SPSS, de el el). Jadilah soal si mate ini saya toleransi. Kalau untuk fisika, saya sih datar saja, suka juga tidak, benci juga tidak. Kimia dan Biologi adalah cinta pertama saya (ya...dua-duanya, jadi poligami nih ya?).
Setelah S3 lalu apa lagi Merry? es teler, es mambo, es krim, atau escada? Awalnya, saya pikir kalo bergelar doktor atau profesor, itu akan membuat saya masuk kelompok elit gimana gitu. But....actually it's nothing and total crap. Di wawancaranya Kang Yaya kan sudah disebutkan, produktifitas doktor dan profesor kita seperti apa? Setelah mendapat gelar, mereka menjadi 'parasit intelektual'. Segera...mereka menjadi selebriti birokrat. Padahal penelitiannya...pepesan kosong blong. Seharusnya kalo sudah doktor atau profesor, mereka lebih giat lagi dalam risetnya. Di Perguruan tinggi kita (Baik Swasta, Negeri, atau BHMN) banyak sekali 'bandit-bandit' seperti ini. Setelah mereka menjadi doktor, tidak pernah melakukan penelitian dan tidak pernah membuat proposal untuk mendapatkan hibah penelitian juga. Mereka mengumpulkan kum terutama dari mengajar dan membimbing skripsi. Tapi skripsi-skripsi bimbingan mereka sebenarnya pepesan kosong juga. Itu cuma untuk menempel CV mereka. Penelitiannya juga tidak pernah dipublikasi, apalagi dipatenkan, karena cuma pemantas saja untuk meluluskan mahasiswa. Tapi herannya, kok pangkatnya bisa tinggi? Kok Bisa jadi Dekan atau rektor bandit-bandit itu? Itu karena mereka menjilat pengikut mereka dengan titel doktor dan profesor. Istilahnya 'membodohi orang bodoh oleh orang bodoh juga'. Memuakkan...karena peneliti yang idealis harus gigit jari dengan keadaan ini. Dibanding 'parasit-parasit intelektual' ini, saya lebih menghargai orang yang tidak punya gelar, tapi menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa kita. Ada anekdot di kalangan filosof, kalo sudah banyak filosof yang menjadi doktor atau profesor karena menulis tentang Socrates. Lucunya....Socrates sendiri tidak punya gelar dan ijazah apapun. Sekolah kehidupan akhirnya menjadi 'final frontier' yang harus kita hadapi dengan penuh harapan, terlepas kita punya ijazah atau tidak. Jadilah kita mengembara seperti U.S.S Enterprisenya Picard, di Semesta kehidupan.

Tidak ada komentar: