barusan saya baca review-nya. Trims atas kritik membangunnya.
Bicara soal budaya timur, belakangan saya juga tertarik membaca novel karya penulis Asia. Mungkin karena dihadiahi ultah oleh teman buku Norwegian Wood karya Haruki Murakami. Membaca novel ini mengingatkan saya pada Catatan Seorang Demonstran-nya Soe Hok Gie (Sudah bacakah? Anak UI wajib lho baca ini..hehe).
Entah apa yang membuat kedua buku itu memiliki nuansa sama. Akhirnya saya dapatkan bahwa tokoh "aku" dalam Norwegian Wood dan Hok Gie sama-sama pemeluk agama Budaha. Hok Gie memang secara KTP adalah Katolik, tapi seperti kebanyakan WNI keturunan China lain, keluarganya masih mempertahankan tradisi Buddha. Tokoh "aku" karya Murakami memiliki dasar tindakan dan pemikiran yang sama dengan Hok Gie: berbuat baik, berpikiran baik, tanpa mengacu pada suatu dogma. Hok Gie dengan berani mempertanyakan apakah gereja itu sungguh lembaga yang baik atau hanya bisnis berkedok agama.
Akibat hadiah buku karya penulis Asia dari teman itu, saya tertarik untuk membaca buku penulis Asia lain: Jhumpa Lahiri. Lalu mencoba membaca Imperial Woman-nya Pearl S Buck demi memngetahui kenapa penulis barat itu sering sekali menulis novel dengan seting Asia, khususnya China.
Sejak itu saya jadi suka sama buku-buku bersetting Asia. Padahal dulu saya ngga suka, fanatik buku penulis barat atau kalau Indonesia ya sekaliber Pramoedya Ananta Toer.
Mungkin memang saatnya ya we are back to our root. Mungkin dari situ bisa mulai tergali rahasia yang membuat China, Jepang dan India berada di depan negara Asia lain. Hmm..kabarnya Korea juga mulai menyusul. Kembali ke soal agama Samawi dan non Samawi itu menarik juga ya..Sudah ada belum ya kajian tentang kenapa negara non Samawi jarang terlibat bentrok fisik? Mengapa agama itu juga tidak terlalu dipolitisir seperti agama Samawi? Apakah karena agama Samawi lahir di Timur Tengah yang sarat konflik bisnis/ekonomi (sumber minyak)? Really interesting topic!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar